Perkawinan Anak di Indramayu Tinggi, Ulama Perempuan Turun Tangan

Perkawinan Anak di Indramayu Tinggi, Ulama Perempuan Turun Tangan


Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Perkawinan Anak di Indramayu Tinggi, Ulama Perempuan Turun Tangan

Signal.co.id – Program Inklusi melalui Rahima, Lakpesdam PBNU, Fatayat PBNU, dan LKK PBNU. gelar konsolidasi ulama perempuan bersama dengan para CSO (Civil Society Organization) dan tokoh masyarakat desa dampingan program Inklusi di Kabupaten Indramayu.

Acara dihadiri oleh Submitra Inklusi Indramayu, Ulama Perempuan Muda, Lakpesdam NU, Fatayat NU, LKK NU, IPPNU, KPI Indramayu, Selendang Puan, tokoh masyarakat desa dampingan, dan aktivis perempuan lainnya.

Digelar di Aula Hotel Trisula Indramayu, Jawa Barat, Kamis (19/9/2024).

Direktur Rahima, Pera Soparianti, memaparkan, isu menonjol di Indramayu hingga saat ini, sesuai dengan data Pengadilan Agama (PA) Indramayu Tahun 2023, terdapat 514 permohonan dispensasi kawin untuk anak.

Untuk itu, menurut Pera, perlu ada tindakan yang melibatkan semua pihak untuk mengetahui sejauh mana peluang dan tantangannya terkait isu Perkawinan Anak di Kabupaten Indramayu.

“Konsolidasi ini guna menemukan strategi tepat dalam melakukan upaya pencegahan perkawinan anak, khususnya di Kabupaten Indramayu,” jelas Pera, juga sebagai instruktur nasional Kemenag RI untuk pejabat KUA.

Narasumber dan Fasilitator dari Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Indramayu, Zahra Amin, menyampaikan, dari hasil penggalian dan penyampaian para peserta yang hadir, dapat disimpulkan ada beberapa poin penting yang harus ditindaklanjuti kemudian dalam rangka mencegah perkawinan anak di Kabupaten Indramayu.

“Dari hasil pertemuan ini, dari diskusi semua peserta, dapat disimpulkan ada empat point penting untuk kita tindaklanjuti ke depan,” terang Zahra.

Pertama, Kabupaten Indramayu sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak.

“Itu modal dasar kebijakan untuk selanjutnya diimplementasikan dan diturunkan menjadi regulasi hingga tingkat desa,” jelas Zahra.

Kedua, perlu adanya pelatihan penguatan kapasitas tentang PPA dan masalah Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) kepada anak muda, toga, tomas, pendik, pemdes, dan semua pihak yang terkait.

Ketiga, adanya kegiatan pelatihan penulisan literasi media sosial ke anak muda.

Keempat, jejaring multi pihak atau multi stakeholder, untuk membangun kesepahaman tentang PPA.

“Semoga ini menjadi perhatian semua pihak, dan akan ada tindaklanjut ke depan,” pungkas Zahra.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait

aksara
inquiry