Kisah Nyai Dasima, Tragedi Cinta yang Tragis
Kisah Nyai Dasima, Tragedi Cinta yang Tragis
Signal.co.id – Pada masa penjajahan, umumnya tentara Belanda yang datang ke Indonesia tanpa membawa keluarganya, para pejabat Belanda yang datang ke Batavia lebih suka memelihara gundik.
Pada masa itu muncullah kehidupan para “Nyai”, berupa perempuan yang di pelihara oleh pria Eropa berkedudukan tinggi, wanita-wanita ini di jadikan sebagai gundik, mereka hidup serumah sampai mempunyai anak, namun tidak terikat status pernikahan.
Salah satu kisah yang paling fenomenal adalah cerita Nyai Dasima, dari buku KISAH-KISAH EDAN SEPUTAR JAKARTA yang ditulis oleh Zaenuddin HM.
Di kisahkan, Nyai Dasima adalah seorang wanita kelahiran desa Kuripan, Bogor, Jawa Barat, hidup antara tahun 1805 – 1830, setelah dewasa ia mencari peruntungan di Batavia.
Di kota, Dasima bekerja pada orang Inggris kaya raya yang bernama Edward Williams, lelaki ini adalah seorang kepercayaan Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles.
Karena tergoda oleh kecantikan Dasima, kemudian Williams memeliharanya sebagai gundik, Dasima di pelihara tanpa di kawini.
Dasima dan banyak wanita lain rela jadi gundik, mungkin karena pada masa itu kedudukan seorang gundik, di anggap lebih terhormat daripada seorang pembantu rumah tangga.
Dari hubungan ini, Dasima memiliki seorang putri bernama Nancy, awalnya keluarga ini tinggal di curug, Tangerang, kemudian pindah ke daerah Pejambon, kawasan Gambir, Jakarta.
Dasima bersama putrinya tiap sore beekeliling dengan delman, ke prapatan senen, Gang Kenanga, sampai Kampung Kwitang, mereka sering berpapasan dengan Sami,un, lelaki Betawai yang sudah beristri.
Sami,un naksir berat dengan kecantikan Dasima, kebetulan Mak Buyung yang menjadi pembantu Dasima, adalah seorang janda di Kwitang, melalui Mak Buyung inilah, Sami,un meminta agar Dasima di bujuk untuk meninggalkan rumah mewahnya, lalu kawin dengannya.
Mak Buyung membujuk Dasima dengan membawa-bawa agama, kepada Nyai Dasima dia mengatakan, “buat apa hidup mewah bergelimang uang dan harta, sementara kehidupan Nyonya bergelimang dosa, Nyonya hidup bersama tuan Edward tanpa menikah, itu sangat di larang oleh agama islam, itu namanya zina, sudahlah lebih baik nyonya kawin saja secara sah dengan Bang Sami,un”.
Dasima menyadari akan hal itu, dia memang tidak merasa bahagia hidup bersama Edward Williams, meski hidup bergelimang harta, tapi hatinya berontak.
Dasima terpengaruh juga oleh omongan dan bujukan Mak Buyung, akhirnya Dasima pergi meninggalkan rumah tuan Edward, dan putrinya Nancy, Dasima bersedia menikah dengan Sami,un.
Hayati istri pertama Sami,un, merestui pernikahan itu dengan syarat tidak tinggal se rumah.
Dengan berjalannya waktu, Sami,un lebih menyayangi Dasima, dan lebih sering tinggal se rumah dengannya.
Sami,un jarang mengunjungi Hayati, karena merasa di perlakukan tidak adil, Hayati cemburu dan mempunyai niat jahat, Hayati kemudian menyuruh Bang Puase untuk membunuh Dasima, pembunuhan di lakukan ketika Dasima dan Sami,un, hendak pergi ke kondangan di daerah rawa belong.
Mayat Dasima di lemparkan ke kali Ciliwung dari jembatan Kwitang, besok paginya secara kebetulan, Nancy yang sedang bermain-main, menemukan mayat ibunya mengambang di kali, lalu dia meminta bantuan warga untuk meng evakuasi mayat ibunya.
Berdasarkan saksi mata, yaitu dua orang tukang getek, mengaku melihat langsung peristiwa pembunuhan itu, mereka memberatkan Bang Puase sebagai pelakunya.
Bang Puase yang jagoan Kwitang itu, kemudian di hukum gantung atas kejahatannya oleh pemerintah kota.
Eksekusi di lakukan di depan gedung Balai kota Batavia, atau yang sekarang di kenal dengan museum sejarah Jakarta, hukuman gantung itu di saksikan oleh ratusan warga kota. ( dikutip dari berbagai sumber )